The Date

Acara kencan hari itu berlangsung dengan sempurna. Bagi Yangyang, memang hari itu indah dan tanpa cela. Haechan datang tepat waktu, ketika Yangyang membuka pintu rumahnya ia disuguhi penampilan atraktif seorang Lee Haechan dengan jaket biru denimnya menyerahkan satu buket bunga mawar berukuran sedang. Romantis, itu pasti pemikiran semua orang, termasuk Yangyang tak terkecuali.

Yangyang tersenyum dan mengambil buket itu. Cantik. Ia pun merasa tersanjung. Tapi, apa ya? Seperti ada hal berbeda yang ia rasakan. Mengenyahkan pemikiran itu, Yangyang pun menyimpan buket itu di kamarnya sebelum mereka bertolak untuk kencan hari ini.

Film yang ditonton merupakan film science fiction yang memang Yangyang ingin tonton semenjak awal rilisnya. Setelah menonton, Yangyang menawarkan untuk membeli minuman boba dan berakhir dengan mereka juga membeli snack ringan di toko sebelahnya. Mereka mengobrol cukup lama di sana.

Setelah itu barulah Haechan mengajaknya ke sebuah restoran untuk makan malam. Dengan dekorasi meja yang indah dan lilin yang menyala, terang saja Yangyang terkesan. Belum lagi kue yang disiapkan khusus untuknya yang dibawakan langsung oleh Haechan.

Namun lagi-lagi ia merasakan sesuatu yang janggal. Ia terkesan dan merasa senang. Tapi, ada apa ya? Entah mengapa ia merasa tidak berada di tempat yang semestinya. Aneh sekali bukan? Padahal Haechan jelas menyiapkan semua ini untuk Yangyang.

“Aneh nggak sih? Dekorasinya?” tanya Haechan sambil memotong steak-nya.

“Bagus kok,” jawabnya diikuti senyuman. Tentu itu jawaban jujur, dekorasi meja tidak terlalu berlebihan dan Yangyang menyukainya.

“Aku takutnya kamu nggak senang. It's your birthday, you should be happy.”

“Kamu siapin semua kayak gini, masa aku nggak senang? Ya senang lah. Makasih ya, kamu tuh baik banget.”

Haechan hanya tertawa pelan mendengar itu, lalu melanjutkan makannya.

Setelah itu Yangyang pun diantar sampai rumah. Saat mobilnya baru saja menepi, tangan Haechan langsung berpindah dari persneling ke tangan Yangyang, seolah menahannya agar tidak pergi terlalu buru-buru.

“Maaf ya, kalau selama ini aku nggak bisa jadi pacar yang baik buat kamu.”

That's bullshit, tadinya Yangyang ingin bilang begitu. Karena ya tentu saja itu bukan pernyataan yang benar. Memang Haechan memiliki dua kekasih, dirinya dan sahabatnya sendiri, Renjun. Itu semua terjadi tentu atas persetujuan ketiga pihak. Dan selama ini Haechan menjadi pacar yang baik, adil, sopan, dan sangat menghargai Yangyang. Benar-benar tidak ada kurangnya, bisa dibilang.

Tapi tetap saja, Yangyang merasakan ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman akhir-akhir ini. Padahal hubungan mereka sudah terjalin selama kurang lebih empat bulan, dan semua berjalan baik dan nyaman untuk Yangyang. Dan lelaki Libra ini tahu yang salah bukan dari Haechan atau Renjun, tapi dari dalam dirinya.

Yangyang membalikkan tangannya sehingga ia dapat menautkan jemarinya dengan jemari sang kekasih.

You're the best. And everything is perfect.”

Haechan kini mencondongkan dirinya sehingga jarak antara mereka begitu dekat.

Can I get a kiss, then?

Yangyang mendekat dan mencium singkat pipi kanannya. Ya, memang biasanya juga Yangyang mendaratkan kecupan di pipi ketika Haechan mengantarnya pulang.

That's it? Apa nggak seharusnya spesial di hari yang spesial?”

Kedua manik Yangyang membesar mendengarnya, itu berarti akan jadi ciuman pertama mereka, 'kan? Seharusnya wajar kan untuk pasangan kekasih berciuman? Tapi, mengapa Yangyang merasa ragu? Jelas ini bukan ciuman pertama dalam hidupnya, tetapi tetap saja ia merasakan sesuatu yang aneh.

Not… now?” bisiknya pelan dan ragu.

Haechan tersenyum lalu menjauh, ia pun mengacak rambut Yangyang dengan sedikit gemas.

“Iya, nggak apa-apa kalau belum siap.”

Haechan ini benar-benar deh, rasanya Yangyang nggak pantas mendapatkan lelaki seperti dia.

“Kamu istirahat, ya? Jangan begadang malam ini. Aku juga nggak akan mau kalau kamu ajakin mabar.”

“Iyaa.”

Lalu Yangyang pun masuk ke rumahnya dengan perasaan yang semakin tak karuan. Ia senang, hari ini sungguh sempurna. Mungkin, hatinya yang tidak.