Salah?

Reksa dan Rana akhirnya memilih makan di McD yang tak jauh dari kampus mereka. Sebetulnya sepanjang jalan Rana hanya terdiam, masih mencerna informasi. Reksa ini pacar sewaan seperti apa? Benarkah virtual seperti yang pernah diceritakan Nata ataukah benar-benar menyewa secara fisik?

Tak jarang Rana mencuri pandang ke arah Reksa yang hanya diam saat menyetir.

Dan kini setelah makanan pesanan mereka sudah ada di atas meja, mereka masih belum juga bertukar kata.

“Kenapa? ...sayang?”

Rana yang masih merasa belum terbiasa dengan panggilan itu langsung menatap lelaki di depannya.

“Uh, Reksa? Bisa nggak, nggak usah panggil kayak gitu?”

“Rana nggak nyaman ya?”

Melihat Rana yang mengangguk ragu, Reksa pun tersenyum. “Ya udah, Reksa manggilnya Rana aja.”

Bukannya mulai makan, Rana malah menatap kosong makanan yang tersaji di depannya. Berkali-kali ia mempertanyakan mengapa saat ini jantungnya berdetak lebih kencang, dan rasanya ia gugup sekali. Apa mungkin karena berkenalan dengan orang baru ya?

“Rana nggak makan?”

Pertanyaan itu sukses membuyarkan pertanyaan-pertanyaan yang tadi mampir di pikiran Rana. Ia hanya membalas dengan senyum lemah.

“Iya, ini mau,” sahutnya sambil mengambil satu kentang goreng.


“Reksa.”

Reksa yang tadi sedang mengelap tangan dengan tisu, kini langsung memberikan Rana fokus sepenuhnya.

“Iya, Rana?”

“Maaf ya, Reksa. Kayaknya aku tuh masih belum paham. Mungkin kita tuh juga perlu konfirmasi. Boyfriend rent yang kamu maksud itu gimana, sih?”

“Emangnya gimana maksudnya, Rana? Kayak di Jepang gitu, 'kan? Jadi pacar yang temenin kencan gitu?”

“Reksa. Jujur aja, aku kira ini tuh virtual.”

“Hah? Maksudnya?”

“Ya, kata Nata, boyfriend rent yang lagi jadi trend itu tuh cuma kasih afeksi via virtual. Jadi nggak ketemu sama sekali. Terus mereka biasanya ya anonymous gitu, kadang pakai foto artis atau idol buat face claim. Aku nggak tahu, ternyata ada yang betulan juga, ya?”

“Oh, hahaha. Iya, Rana.”

Kalau Rana perhatikan sih ya, Reksa kelihatan gugup dan seperti kurang fokus. Rana masih menatapnya penuh tanya. Ya, karena Rana belum dapat jawabannya. Ini dirinya menyewa pacar seperti apa sebenarnya?

Sebuah panggilan telepon yang langsung terputus diikuti beberapa kali bunyi notifikasi dari ponsel Reksa semakin membuat lelaki itu hilang fokus.

“Tunggu, ya.”

Setelah membalas pesan, Reksa kembali mengantongi ponselnya.

“Rana maunya pacar seperti apa emang?”

Pertanyaan dibalikkan padanya seperti itu membuat Rana kebingungan. Pertama, ia tidak tahu apa yang ia inginkan. Yang kedua, kenapa semua jadi seperti tergantung Rana begini ya?

“Rana pikirin dulu aja. Reksa bisa jadi apapun yang Rana butuhkan. Tapi untuk sekarang sampai sini dulu aja, okay? Rana sekarang mau pulang atau ke mana? Biar Reksa antarkan.”

“P-pulang aja kalau gitu.”

“Okay, ayo, Reksa antar ya.”