Proposal

Haekal terbangun pagi itu dan merasa sedikit kecewa saat ia tidak menemukan kekasihnya di sisi lain tempat tidurnya. Meskipun akhirnya ia tersenyum juga karena tetap senang dengan kedatangan sang kekasih tadi malam.

Rencananya, tadi malam itu Reno mengajak Haekal makan malam romantis di sebuah restoran yang ada di hotel bintang lima. Sayangnya, reservasi yang dilakukan jauh-jauh hari itu terpaksa harus dibatalkan karena Reno ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan lelaki itu terbang ke Bali mengurus pekerjaannya.

Reno kini bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta, sedangkan Haekal masih di Bandung, menjadi bagian start-up yang mulai dikenal namanya. Karena bekerja di kota yang berbeda, pertemuan pun menjadi sangat jarang. Maka dari itu, Haekal sungguh senang saat Reno mengabari akan mendatanginya di Bandung. Setidaknya Reno tidak membatalkan perihal kedatangannya di kota kembang itu.

Sepertinya Reno sedang di kamar mandi, pikir Haekal awalnya. Ia pun bangkit dari tidurnya. Saat terduduk, Haekal sempat menguap dan mengucek matanya. Kala itulah dia sadar, ada sesuatu yang berbeda rasanya.

Jantungnya berdebar semakin kencang saat melihat benda asing berwarna silver melingkar di jari manisnya. Cincin sederhana dengan satu garis di tengahnya itu benar-benar baru ia lihat saat ini. Haekal merasa terkejut bercampur bingung dan senang karena ini.

Dilepasnya cincin itu dan ia dapat melihat tulisan yang terukir di badan cincin bagian dalam. Moreno's. Senyumnya tak dapat ia tahan lagi, terkembang manis di wajahnya.

Pintu kamarnya kini terbuka dan muncullah lelaki yang ia cintai itu, dikepalnya cincin di tangan lalu tersenyum ia ke arah sang kekasih.

“Loh, udah bangun?”

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan oleh Haekal. Reno pun mendekat dan mengecup singkat bibir Haekal.

“Pagi, Sayang.” Karena gemas, diusap juga pipi Haekal sebelum ia berbalik dan mulai berjalan ke arah lemari Haekal.

“Nanti bakal kayak gini setiap hari?” tanya Haekal. Reno pun berbalik lagi karena pertanyaan tiba-tiba itu.

“Hm?”

“Ini.” Tangan Haekal menadah ke atas, dan Reno tersenyum melihat cincin di atas telapak tangan Haekal.

“Kenapa dilepas?” Reno malah balik bertanya.

“Kaget. Dikirain ini apaan. Ini kamu mau lamar aku? Akunya aja belum bilang iya, kok udah ada di jari aku, ya?”

Reno berjalan mendekat, lalu ia berdiri di hadapan Haekal, tepat di antara kedua kaki Haekal. Diusap kembali pipi yang menggemaskan itu.

“Abah sama Mama udah setuju, kok. Tadi malem waktu kamu lagi mandi, Reno udah izin sama Abah dan Mama. Mereka setuju sih. Terus katanya nanti buat WO dibantu diurusin sepupu kamu, Teh Rina.”

Haekal mendorong Reno meski tidak dengan keras. “Naon ih, kok udah main ngomongin WO aja?”

“Ekal mau hidup selamanya sama Moreno nggak? Rela nggak tiap bangun pagi pertama kali yang diliatnya Moreno? Susah senang sama Moreno, mau nggak Kal?”

“Ih ayang mah.” Haekal memeluk Reno dan menyembunyikan wajahnya di dada Reno. “Aku belum mandi ini, masih bau jigong kenapa kamu main ngelamar aja?”

Reno hanya tertawa dan melingkarkan tangannya di pundak Haekal.

“Nggak apa-apa, Sayang. Aku suka kamu kalau baru bangun tidur tuh. Lucu banget, gemesin.”

“Tapi malu, atuh. Kamunya udah mandi, udah wangi.”

“Jadi gimana? Apa jawabannya?” Reno mengusap punggung Haekal meski sebetulnya ia yang sedang gugup saat ini.

Hubungan mereka pernah kandas satu kali, saat itu karena keegoisan Reno yang menutup diri dan tidak membiarkan Haekal hadir saat keadaan dirinya sedang kacau. Namun akhirnya Reno berhasil mendapatkan kembali rasa percaya diri dan memperjuangkan lagi kekasihnya yang kini berada dalam dekapannya.

Tak mendengar jawaban apapun, Reno semakin takut. Jangan-jangan Haekal masih meragukan dirinya akibat hubungan yang lalu?

“Ekal, Moreno nggak akan ninggalin Haekal lagi. Reno janji mau lewatin semuanya sama kamu, Kal.”

Akhirnya Haekal melepas peluknya. Kepalanya terangkat dan sambil matanya terus menatap sang pacar, Haekal pun berkata, “oke, ayang. Aku mau selamanya sama Moreno.”

Mereka sama-sama tersenyum, bahagia meski dengan cara melamar yang sangat sederhana. Tapi memang seperti ini mereka saling mencintai, dengan sederhana.

Haekal pun menyodorkan telapak tangannya, memberikan kembali cincin itu pada Reno. Reno mengerti lalu mengambilnya, ia kini pasangkan kembali di jemari Haekal seperti tadi pagi saat Haekal masih terlelap.

Senyum Haekal semakin lebar saat ia juga melihat cincin yang sama melingkar di jari Reno. Haekal tahu, pasti ada tulisan Haekal's di sana.

—by tee.