Proposal

Saat Renjun selesai siaran dan baru saja keluar dari ruang siaran, ia melihat Donghyuck sedang menunggunya sambil bermain ponsel di sofa.

“Hyuck!”

Senyum mengembang di wajah si penyiar ketika kekasihnya menoleh ke arahnya.

“Langsung pulang?” tanya Donghyuck.

“Iya, yuk. Ge, gue pulang duluan ya,” pamit Renjun ke rekan kerjanya, Hendery.

“Belum makan malam, kan? Mau beli makan apa?” tanya Donghyuck begitu mereka sampai di mobil.

“Langsung pulang aja, biar cepet,” jawab Renjun sambil memasang seat belt-nya.

“Mau masak? Nanti lama lagi, yang. Udah malem loh ini. Besok aja masaknya.”

Renjun berpikir sejenak, memikirkan makanan yang bisa dimasak dengan cepat. “Mau makan ramyeon?”

Ekspresi kaget Donghyuck sungguh berlebihan sehingga Renjun pun tertawa melihatnya. “Kamu ngajak aku makan ramyeon? Kode, ya?”

Renjun memukul lengan pacarnya. “Apa sih? Biar cepet aja. Tapi kamu yang masak ya, sayang. Pake telor dua. Hehehe.”

“Hmm minta masakin aja, panggil sayang,” ujar Donghyuck sambil melajukan mobilnya meninggalkan parkiran gedung.

Renjun dan Donghyuck sudah menjalin kasih selama tiga tahun, namun mulai enam bulan lalu Renjun dan Donghyuck memutuskan tinggal bersama. Sejak saat itu mereka terlihat layaknya pasangan yang sudah menikah. Belanja bersama, memasak untuk satu sama lain, membersihkan rumah bersama.

“Yang, siapin daun bawangnya, tadi kamu beli, kan?” tanya Donghyuck dari arah dapur.

“Hmm.”

Renjun mengambilnya dari lemari es dan menyiapkan mangkuk dan sumpit untuk mereka gunakan. Tak lama, Donghyuck membawa sepanci ramyeon.

“Wah, wangi.”

Mereka makan sambil bercerita tentang hari-hari mereka, kadang mereka bercerita tentang masa kecil mereka. Rasanya tak pernah habis bahan obrolan di antara mereka.

Setelah makan, Renjun membereskan piring dan mencucinya. Donghyuck kebetulan sedang menerima telepon dari rekan kerjanya. Saat sedang mencuci piring, Donghyuck memeluk Renjun dari belakang.

“Sama aku aja,” ucap Donghyuck di dekat telinga Renjun, membuat jantung Renjun rasanya berhenti sesaat karena hembusan nafas Donghyuck di telinganya.

“Nggak apa-apa. Tadi kan kamu lagi telepon,” jawab Renjun sambil lanjut mencuci piring.

Bukannya melepaskan pelukan, Donghyuck malah menciumi leher Renjun.

“Hyuck, stop.”

Renjun melepas sarung tangannya dan berbalik sehingga ia menghadap ke Donghyuck.

“Tadi siapa sih? Kok nanyain kerjaan malem-malem?”

Donghyuck mengambil sarung tangan dan melanjutkan mencuci sisa piring yang ada. “Sungchan, anak baru di kantor.”

“Oh yang itu,” gumam Renjun pelan, ia kini duduk di atas meja dapur sambil mengayunkan kakinya pelan.

“Kenapa?” Donghyuck memang masih fokus dengan cucian piringnya, tapi ia tahu ada sesuatu yang dipikirkan Renjun.

“Dia suka sama kamu, ya? Nanya sama kamu terus. Padahal ada Jeno juga kan, Jeno juga baik banget suka bantu anaknya, tapi pasti nanya ke kamu.”

Donghyuck melepas sarung tangan karena sudah selesai mencuci piring. Ia mengambil tangan Renjun dan mengusapnya.

“Kan aku satu project bareng dia, yang. Nggak usah cemburu, aku cuma sayang kamu, cuma cinta kamu, kok.”

“Halah, kalau dia mau rebut kamu dari aku, gimana? Aku kan cuma pacar kamu doang.”

Kali ini Donghyuck tertawa, menyandarkan kepalanya di ceruk leher Renjun.

“Kamu tuh kenapa lucu banget, sih?”

“Kamu nggak mau sama aku selamanya, ya?” Renjun melingkarkan tangannya di leher Donghyuck.

“Mau lah, makanya aku mau lamar kamu. Tapi kamunya malah keburu cemburu gini, kan nggak jadi surprise.

“Hah? Serius?”

“Iya, weekend ini rencananya, aku udah pesan tempat di restoran.”

Renjun tak bisa menahan senyumnya. “Kita bakal nikah?”

“Iya.”

Legally?

Legally. Kalau kamu mau itu juga. Ribet loh?”

“Jadi kamu nggak mau ribet nikah sama foreigner?” Renjun memajukan bibirnya, tapi Donghyuck dengan cepat menciumnya.

“Ribet gitu doang gampang lah.”

Donghyuck mengangkat tubuh Renjun dari meja dan membawanya ke kamar. Renjun melingkarkan kakinya di pinggang Donghyuk sambil terkekeh senang sambil sesekali menciumi pipi dan kening sang pacar.

“我爱你.” (i love you)

“나도.” (me too)