잘자요 내 사랑
“Aku sayang kamu banget,” celetuk Renjun tiba-tiba seusai melantunkan lagu Goodnight. Nyanyiannya menggantung, terhenti begitu saja di bagian jaljayo nae sarang.
Haechan yang matanya sudah terpejam dan hampir saja tertidur jadi sadar kembali. Pasalnya kekasih pujaannya itu tak biasanya mengungkapkan rasa seperti barusan. Terkekeh Haechan dibuatnya, senang dan tidak menyangka.
“Aku juga,” jawabnya sambil menikmati elusan di kepalanya. Bibirnya terus tersenyum lebar. Lelah yang ia rasakan setelah aktifitas seharian penuh menguap begitu saja.
Jemari Renjun terus menyisir rambut hitam Haechan yang mulai panjang.
“Haechan.”
“Don’t Haechan me,” ucap Haechan gusar, tetapi matanya tetap terpejam. Suara tawa Renjun bagaikan melodi yang paling indah di telinga Haechan, tak pernah bosan ia mendengar suara itu.
“Donghyuck-ah,” panggil Renjun dengan nada lembut. Kepala Haechan yang tadinya berada di atas paha Renjun, kini bergerak lalu ia sembunyikan wajahnya di perut Renjun.
“Halah lemah. Tadi aja maunya dipanggil Donghyuck.”
“Kalau kamu yang manggil tuh enak aja kedengarannya. Aku suka.”
“Hyuck-ah.”
“Lagi.”
“Hyuck-ah.”
“Kamu pernah dengar? Kalau kamu panggil bagian belakang namaku kayak gitu dan dengan nada seperti itu, itu bisa disimpulkan kita pacaran.”
“Aneh. Itu kesimpulan kamu aja kali.”
“Sekali lagi, dong,” pinta Haechan, kali ini matanya terbuka dan menatap langsung netra belahan jiwanya.
“Aku mau ngomong serius nih.”
Wah, sudah tanda-tanda, batin Haechan. Kalimat yang diucapkan dengan nada serius ditambah ekspresi wajah datarnya merupakan tanda emosi Renjun mulai naik. Tetapi Haechan malah tersenyum. Gemas, pikirnya.
“Iya, aku dengar kamu.”
“Gimana kalau seandainya semesta nggak mendukung kita buat bersama? Maksudnya, buat ke depannya nanti.”
Haechan menghembuskan nafas lalu bangkit dan duduk di samping Renjun. Punggungnya menempel ke tembok yang dingin, untungnya ia belum melepaskan hoodie hitamnya. Kepalanya ia sandarkan di bahu Renjun. Sebetulnya ia tidak terlalu ingin membicarakan hal yang terlalu serius saat ini, tetapi ia mengerti saat kekasihnya sedang memikirkan terlalu banyak hal. Semua harus dikeluarkan, diungkapkan agar ia merasa lega, agar pikirannya tidak terlalu kacau. Dan di saat seperti ini, Haechan paham bahwa Renjun-nya dalam keadaan yang sungguh vulnerable.
“Hmm. Kamu gimana?”
“Aku? Yah, aku… gimana ya? Aku—”
“Maksudnya, kamu mendukung kita untuk bersama nggak?”
“Ya iya dong.”
“Nah ya udah, kan kamu semestaku, Xiao Huang.”
Sejenak tubuh Renjun mematung, ia pun terdiam tak memberi respon apapun.
“Jelek banget gombalannya.” Terdengar sinis dan tak suka, tetapi Haechan tahu kekasihnya itu sedang salah tingkah. Entah karena ungkapan bahwa dirinya adalah semesta Haechan atau panggilan spesial. Sebetulnya mungkin itu tidak terlalu spesial, hanya saja jika Haechan yang memanggilnya, hati Renjun seperti melompat-lompat saking senangnya.
“Kamu tahu, dengan keadaan kita yang seperti ini, baik aku ataupun kamu, nggak akan ada yang bisa menjanjikan sesuatu untuk selamanya. Dan juga nggak ada yang bisa jawab apakah kita ditakdirkan untuk sama-sama sampai akhir hayat atau nggak.
Tapi satu hal yang harus kamu tahu, mau selama apapun kita bersama, meski semesta nggak mendukung kita dalam waktu yang lama, aku tahu perasaan aku ke kamu nggak akan bisa hilang semudah itu. You will stay here, in my heart, for a long time. Maaf aja, nggak semudah itu menghapus semua rasa buat seorang Huang Renjun.”
Renjun hanya terdiam, berusaha mencerna semua kata-kata kekasihnya. “Aku juga,” lirihnya setelah berkontemplasi dengan pikirannya sendiri. “Buat aku juga nggak akan mudah menghilangkan rasa buat seorang Lee Donghyuck.”
“Hm. Aku ngantuk, boleh tidur sekarang?”
“Boleh.”
“Tapi kamu juga tidur ya, aku mau peluk kamu.”
Akhirnya mereka merubah posisi, kini keduanya berbaring di atas kasur sempit Renjun.
“Nyanyikan lagi dong, sedikit aja.”
“Gipeojin bam haneul Byeoljariui bicheul meogeumgo Geudael pume ango wirohae julgeyo Jaljayo nae sarang… eum~”
Dan tertidurlah Haechan dengan Renjun dalam dekapannya. Tak perlu mempertanyakan apa yang akan terjadi di masa depan, kadang memikirkannya hanya menambah beban. Dan saat ini mereka cukup menikmati setiap detik yang dimiliki untuk saling mencinta.
—end.
With the light of the constellations in the deep night sky I'll hold you in my arms and comfort you Good night, my love, hmm