Imaji

cw // kissing, slight making out


Sakit. Kepalanya sakit, pening sekali rasanya. Itu yang pertama dirasakan Injun. Bahkan ia tak sanggup membuka matanya. Tapi sayup-sayup ia mendengar suara yang familiar.

Perlahan ia coba buka matanya. “Hyuck.”

Hanya itu yang mampu keluar dari bibirnya sebelum rasa pening melanda kembali. Gelap.


Kali kedua Injun sadar, lagi-lagi karena ada suara-suara yang memanggilnya. Kali ini bukan hanya satu suara familiar, tapi ada beberapa.

Nama yang terdengar sedikit asing, tapi seperti namanya.

Lee Minhyung dari kelasnya Donghyuck?

Tunggu, Injun mendengar bahasa yang sedikit asing tapi anehnya Injun mengerti yang dimaksud orang itu, sepertinya Injun pernah dengar juga suaranya, tapi di mana ya?

Loh, Na Jaemin teman sekelas itu kan? Satu lagi, siapa ya?

Donghyuck!! Ada Donghyuck, eh, ada Lee Jeno juga?

Injun ingin sekali membuka matanya atau memanggil Donghyuck, namun entah kenapa dadanya terasa sesak dan kepalanya masih sedikit pusing.

Tak lama suara-suara itu menghilang, beserta kesadaran Injun.


Yang ketiga terjadi, Injun mendengar orang-orang berbicara dalam bahasa yang menurutnya asing, tidak familiar, tapi Injun mengerti. Awalnya kepalanya tidak begitu sakit, namun tiba-tiba satu persatu imaji muncul.

Seperti sedang bermimpi, Injun melihat potongan-potongan imaji itu layaknya menonton film.

Injun berada di suatu ruangan, gedung? gelap dan luas, titik-titik lampu berwarna hijau neon tersebar di seluruh tempat itu, terayun-ayun dan terlihat sangat indah. Bagaikan film yang di-mute, Injun tidak dapat mendengar apapun, tapi seolah Injun tahu ada banyak orang berteriak di sana. Adrenalinnya seperti terpicu, euforia yang tiba-tiba terjadi ini tak ingin cepat diakhiri.

Sayangnya potongan imaji sudah berubah. Kali ini Injun berada dalam sebuah ruangan yang lebih kecil. Cermin. Ia melihat pantulan dirinya, sedikit jauh dari dinding yang sepenuhnya merupakan cermin. Kalau Injun boleh tebak, tempat latihan dance?

Injun mengenakan baju kasual, kaos dan celana training. Peluh membasahi punggungnya. Rambutnya terlihat lepek. Raganya merasakan lelah yang luar biasa. Injun tidak sendiri di situ. Ada satu, dua, tiga, empat, lima, oh, enam orang lainnya. Tujuh bersama Injun. Ada yang sedang istirahat, ada yang sedang mempelajari gerakan dance.

Donghyuck? Matanya menyipit ke arah cermin, melihat bayangan orang yang ia sangat kenali. Belum sempat memperhatikan lebih lanjut, potongan imajinya sudah berubah.

Sebuah mic? Di tempat recording? Injun tahu ini bukan mic yang biasa digunakan kalau pergi noraebang bersama Donghyuck. Injun seperti habis bernyanyi. Lagi-lagi Injun tidak bisa mendengar apapun, meski menggunakan headphone di telinganya. Tapi Injun bisa merasa, tenggorokannya seperti agak sakit, seperti saat Injun dan Donghyuck menghabiskan waktu 3 jam di noraebang untuk menyanyi. Meski sakit, hati Injun sangat bahagia. Ada rasa bangga dalam hatinya.

Di potongan imaji selanjutnya hanya gelap, tapi Injun tahu itu karena ia sedang menutup mata. Yang ia rasakan adalah bibir lain yang kian memagut bibirnya, melumat lembut. Injun sedang ciuman?? Dan mengapa ini terasa sangat nyata? Siapa lawan ciuman Injun? Karena ini sungguh adiktif, Injun tidak ingin berhenti. Jantungnya berdegup kencang, rasa bahagia menjalar di seluruh tubuhnya.

Injun membuka mulutnya dan lidah itu menelusup masuk, menyapu sisi bibirnya, ahh, Injun sangat suka. Injun memberi sedikit jarak dan langsung menciumi leher orang itu, mengisap perlahan namun memastikan agar tak meninggalkan tanda. Wangi yang menguar dari lelaki itu terasa familiar bagi Injun.

“Ahh, Renjunie–”

Donghyuck? Bukankah itu suara Donghyuck?

Potongan imaji itu terhenti. Hilang. Gelap lagi.